Puisi Tentang Keluarga Bahagia, Ramaikan 29 Juni 2022

7 komentar



Puisi tentang keluarga bahagia
29 Juni 2022 bertepatan dengan hari keluarga nasional. Nah, tuk meramaikannya kubuatlah secarik puisi tentang keluarga bahagia.

Bukan tanpa sebab, puisi ini kupersembahkan sebagai hadiah satu semesternya rumah tangga kami. Jika aba (suamiku) berinisiatif mengadakan tasyakuran, aku ikut meramaikan dengan membuat postingan.

Kemarin, kucoba buat puisi tentang hujan dan senja, kali ini tentang keluarga. Highligth-nya, keluarga bahagia. Btw, biasanya di momen besar seperti hari keluarga sedunia, memantau bagaimana cara berkeluarga yang baik dari role model jadi sesuatu yang otomatis dilakukan.

Ya, tak terkecuali terjadi pada kami. Ada beberapa role model yang kami soroti dan kami belajar dari langkah sukses mereka. Tak hanya berorientasi dunia, tiap lakunya jadi obat untuk hampanya jiwa.

Siapakah orang hebat yang dimaksud? Tak lain dan tak bukan, Rasululullah SAW. Berikutnya, Aba sendiri terinspirasi dari sosok Gusdur, bah Mun, Gus Baha, dan Gus Kautsar. Sementara aku, tersentuh dengan gaya pengasuhan Dedy Corbuzier dan cara mendidik Fairuz A Rafiq.

Sosok atau tokoh besar yang aba ikuti, aku pun ikut mengikuti. Betapa bersyukur dapat mengenal beliau-beliau dengan lebih karena wasilah aba.

Ah, iya, sepertinya postingan kali ini prolognya teramat subjektif ya, mohon maaf bila di antara kamu ada yang kurang nyaman. Baiklah, kita langsung saja pada pembahasan tentang puisi. Tengok yang di bawah!



Sekilas Tentang Puisi di Google Search


Berbeda dengan unggahanku sebelumnya, yang mana langsung pada pencantuman puisi. Sekarang ini, aku tergugah untuk membahas sedikit tentang kegelisahanku dan sedikit ketidaknyamananku tentang puisi yang bertebaran di google search.

Katakanlah, aku ini tadinya memang konsumen berat, Google. Terkhusus, di waktu-waktu tertentu seperti momen perpisahan, aku mendatanginya untuk cari-cari refensi puisi untuk aku bacakan.

Tak disangka, kebanyakan puisi-puisi yang tersuguh kurang sreg bagiku. Makanya, aku sempat dibingungkan, yang namanya puisi itu gimana sih? Tiap kudapati, aku melakuakan improvisasi pada teksnya.

Setelah ditelaah lebih jauh, selain siapa yang meng-created, puisi pun bisa dirasakan bedanya dari platform dimana kita menemukan puisi tersebut.

Kalau kita baca puisi dari buku khusus puisi yang ditulis penyair kelas kakap, tentu rasa magisnya lebih dapat. Sedangkan kalau kita pakai cara instan seperti search di mesin pencari Google, hm, ada banyak rangkaian puisi yang bisa katakan “ini bukan puisi!”

Untuk itu, aku coba memakluminya, dan lebih bisa mentolerir, sembari menyajikan apa yang bisa kusajikan saat ini. Ya, tak ada karya yang sempurna, yang ada hanya karya yang disajikan semaksimal dan seoptimal mungkin di waktu kita mencipta.

Okay, untuk melanjutkan interaksi kita, kubuat beberapa puisi bertema keluarga bahagia. Silakan dikoreksi atau langsung dinikmati bersama secangkir teh atau kopi. Selamat mencicipi!


Secarik Puisi Tentang Keluarga Bahagia


-


Representasi Keluarga Bahagia (Sebuah Senandika)

Tahukah kamu? Memanipulasi pikiran bukanlah hal yang mudah. Saat waktu itu juga, kau lemparkankan sebuah kata yang sama sekali tidak mewakilinya dank au paksa tuk ada bahkan tenggelam di sana. Itu adalah perbuatan bodoh.

Hal alamiah adalah yang paling istimewa. Untuk menyatakan standarisasi atau pakem-pakme atas objek yang kau tantang, mungkin bisa saja. Namun, untuk mencipta sesuatu bernilai seni rasanya perlu dipikir kembali.

Kali ini, bukan tidak bahagia. Namun, si penulis tidak dalam fase yang rileks untuk mengemasnya. Perasaan bersalah membuncah, kau tahu? Judul ini isi apa. Kan, mengesalkan kalau kita di posisi itu.

Tapi tidak untuk kaangan tertentu yang punya maaf begitu lapang. Orang dengan kharisma di atas rata-rata yang mampu melihat dan mentolerir keadan oranf lain.

Saat ini, si Penulis berbisik, maafkan jemarinya yang tak kuat menulis secarik puisi pun. Bukan kehabisan kata-kata, hanya ia berucap bolehkah nanti saja.

Saat energinya penuh sehingga bisa menyajikan dengan sungguh. Saat dirinya berbinar, sehingga bisa menjadi pelantara merambatnya sinar.

Di saat itu tiba, tanpa dipaksa, ia dengan sendirinya menyuguhkan hidangan dengan beragam varian dan rasa. Tak perlu takut untuk mencoba, tak perlu mundur saat tatapan pertama.

Akan ditariknya segala yang ada padamu dan keterikatan akan momen dan makna tertentu. Biarlah saat ini ia menepi dulu, ya?

Mari berdo’a untuk keberlangsungan segala aktivitas kita. Taka da yang lebih elok dari berbaik sangka pada Tuhan dan pada makhluk-Nya.

Jika ada yang bertanya, akankah hal semacam ini berulang? Oh tidak. Tidak. Diusahakan penampakan yang seperti terjadi di waktu darurat saja.

Silakan menfsirkan sendiri seperti apa darurat tersebut. Aku tak pandai menyebut-nyebut.

Oh ya, jika ada yang mendulang kekecewaan selepas ini, semoga kecewa itu tak bertambah kuat ya. Tak pernah terniatkan untuk membuat sesuatu dengan asal-asalan.

Kau tahu? Inti dari hidup ialah ketenangan (ketenteraman), so dalam berkeluarga pun yang paling pasti tak diutak-atik lagi, ialah yang satu ini.

Semoga kita diberakan kekuatan, diberikan daya oleh Tuhan yang Maha Esa, Allah SWT. Semoga segala yang mengganjal segera terelai, agar segalanya kembali damai.

Terima Kasih

Terima kasih, untuk pemirsa yang menyempatkan hadir di sini. Hm, bisa dilihat sendiri, kolom puisi tentang keluarga bahagia belum juga terisi. Maaf kuhaturkan, lain waktu kutebus kesalahan. Selamat menjalankan aktivitas dan jangan berhenti berkarya dimana pun kamu berada.

ultraulfa
Mencomblangi kamu berjumpa dengan diri idealmu~

Related Posts

7 komentar

  1. Akhirnya tulisan tentang puisi pecah telor juga ya, kak.
    Indah banget kalimat di representasi keluarga bahagianya apalagi dibaca pas malam-malam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi iya alhamdulillah, pecah telor. Terima kasih sudah berkenan membaca. :>

      Hapus
  2. Lho, mba Ulfah orang puitis tah? Aku justru kebalikanmu mba, paling susah kalo memahami tulisan puisi. Maklum bukan orang puitis aku tuh, hee. Btw, senandika itu maknanya puisi kah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Puitis ala-ala mbak, hehehe. Senandika itu secara singkat di kbbi bisa diartikan wacana seseorang terkait peluapan perasaan dan pemikirannya. Biasanya dikaitkan dengan dunianya (realitas) yang di hadapinya.

      Untuk dunia sastra, mungkin bisa diulik pagi. Tapi untuk aku pribadi, yang kupahami senandika itu semacam curhat terselubung dengan pengemasan kata-kata yang puistis berbentuk narasi.

      Hapus
  3. puitisnya kak
    sepakat ketenangan adalah inti kehidupan, ya itulah yang dicari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak masya allah, ya. Semoga hati kita senantiasa bersih dan dibersihkan. Agar yang muncul ke permukaan ialah yang indah-indah. Amin

      Hapus

Posting Komentar