Ya, memang sedari kecil, apalagi kita yang notabenenya tinggal di Indonesia dengan 12 tahun wajib belajar, dipertemukan dengan guru-guru di lingkungan formal. Hanya, seiring berjalannya waktu, sebagai manusia yang memiliki perasaan di samping pemikiran, adakalanya muncul ketidaknyamanan.
Lalu, terkotak-kotaklah bahwa oh ini loh guru favoritku, oh ini mah guru killer, aihh kenapa harus beliau yang mengajariku… dlsb. Penilaian pribadi ini tak ubahnya mempengaruhi kedekatan kita dengan guru tersebut, hingga seberapa kuat pengaruhnya terhadap hidup kita.
Oke, kita desclimer dulu, bahwa yang akan kita bahas di sini ialah guru secara general, bukan hanya guru secara profesi/profesi guru. Bahasan ini menarik sekali, karena salah satunya di tangan guru lah pendidikan diarahkan ke mana, dan jalan hidup mengarah ke mana, hingga titik akhir berada di mana.
Oh ya, aku pribadi punya gambaran tentang menjadi pribadi yang ideal versiku. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan role model yang tepat untuk menjaga supaya keidealan itu berlandaskan kebenaran.
Dalam hal ini, kebenaran yang kumaksud ialah koridor agama. Hingga sebuah pernyataan yang kemarin kudengar dan kusaksikan teramat menyentuhku. Tak lain dan tak bukan, tentang kriteria guru ideal yang disampaikan habib Husein bin Ja’far al-Hadar atas pernyataan Rasulullah SAW terhadap Mu’adz bin Jabal.
2 Nilai Wajib dari Seorang Guru
(Value yang Harus Dimiliki Guru)
Sebelum masuk pada kriteria guru ideal, alangkah bijaknya manaka kita tahu dulu nilai penting yang dimiliku oleh seorang guru yang baik. Nilai ini meliputi dua hal yakni, cinta & akhlak.
Dua nilai tersebut jadi motor penggerak dalam bertutur kata maupun bertindak. Dan, tentunya dimiliki oleh orang-orang shalih dan role model sebagai orang hebat di masanya, bahkan sepanjang masa.
1. Cinta Kasih
Tahukah kita? Segala sesuatu yang berlandaskan cinta begitu menenteramkan jiwa. Ia yang memilikinya selalu punya cara untuk memeluk tiap individu yang membeku karena problematika hidup.
Marah, kecewa, sedih, riang, khawatir, dan perasaan lainnya, didirect dengan begitu menaggumkan. Sehingga, siapa saja yang menerima transfer perasaan tersebut, tidak merasa ciut. Tidak merasa tersinggung dan senantiasa menerima sebagai bagian dari perilaku yang benar.
Namun, penerimaan tersebut dipengaruhi juga hati si lawan bicara. Jika hatinya kotor, tertutuplah jalan-jalan kebaikan dan kebenara. Hingga, do’a pada Tuhan untuk ia diberikan petunjuk ialah pilihan yang tepat.
Pemirsa,
"Kebencian itu dipelajari, sementara cinta kasih itu naluri." - disuduthari.com
2. Akhlak yang Agung
Perilaku yang bermoral, yang senantiasa menjunjung tinggi kebaikan bersama begitu berkilauan. Kita akan dengan sadar, berkata bahwa orang tersebut orang yang baik.
Jangankan pada temannya, orang memusuhinya pun ia perlakukan dengan sebaik-baiknya. Menghormati dan menghargai setiap yang bertemu, bukan hanya lintas agama, tapi juga limtas spesies, hehe.
Tugas Rasulullah di muka bumi ialah menyerpunakan akhlak. Jadi, secara tidak langsung kalau akhlak kita sesuai koridor agama maka kita berkontribusi dalam kesuksesan misi Rasulullah SAW.
Masya Allah, beliau pada umatnya teramat memperhatikan keselamatan. Aku tak pernah tak terharu saat diperdengarkan kisah-kisah kepedulian Rasulullah yang diperjuangkan di segala situasi dan kondisi.
Mari bersholawat padanya dan terus mencintainya. Allah memulaikan beliau sebagai kekasihnya, dan kita memuliakan beliau sebagai utusan Allah yang teramat luhur dan agung budi pekertinya.
"Allahumma shalli ala Muhamad wa ala ali sayyidina Muhammad…"
.
Nah itu dia, dua nilai yang bisa kita intip untuk menelaan pantaskah seseorang dikatakan guru yang baik, guru ynag ideal, guru yang kita teladani.
Btw, dalam hal penyampaiannya terdapat 3 kriteria guru ideal. Apa saja? Ini dia…
3 Kriteria Guru Ideal
Guru sejati menyampaikan segala sesuatu dengan 3 hal. Pertama, menggembirakan. Kedua, memudahkan. Ketiga, mempersatukan.
1. Menggembirakan
Jika kita bertemu guru yang belum apa-apa saja hati kita sudah riang gembira. Hati-hati, kamu memasuki zona yang tepat.
Penyampainnya itu, selalu bisa memikat hati, bukan menakut-nakuti. Bukan bicara tentang neraka, neraka, dan neraka! Tapi bagaimana siapapun berpotensi masuk surga. Itu contoh kecilnya.
"Agama jangan melulu menaku-nakuti umatnya tentang neraka, agama justru membutuhkan marketing ke surga yang nyaman, happy, dan riang gembira." – Gus Baha
2. Memudahkan
Kata Habib Husein Ja’far, agama itu menjadi solusi. Kata Aba (suamiku) pun, kalau di masyarakat dibutuhkan solusi bukan penegakkan hukum yang kaku.
So, segala yang diatur tidak dipaksakan semerta-merta pada tiap orang, karena ada yang sanggup ada yang tidak.
3. Mempersatukan
Di sini, guru yang ideal punya misi mempersatukan. Perkataannya dan perilakunya sebisa mungkin membuat kedamaian di tengah-tengah keberlangsungan hidup.
Sekali lagi, bukan hanya yang berbeda agama, tapi juga berbed spesies sekalipun. Kita tak menceraiberaikan, karena apapun itu akan kembali pula pada kita.
.
Okay, itulah sedikit yang kushare ulang dari pernyataan Habib Husen bin Ja’far al-Hadar dalam podcast-podcast yang kudengar. Ada di Close the Door – Deddy Corbuzier, Berbeda tapi Bersama – Noice, dll.
Jujur, 3 kriteria guru ideal di atas jadi peganganku untuk memastikan ya, ini benar-benar guru yang digugu dan ditiru dalam hidup. Sejatinya menggugu tau mengikuti jejak orang-orang shalih terdahulu salah satu langkah efektif untuk berjalan di zona keselamatan. Salam~
makanya ada pepatah jawa guru itu digugu lan ditiru ya mba... guru favoritku dulu adalah beliau yang menggembirakan sih...
BalasHapusWah, alhamdulillah
Hapus