disuduthari header

Covid-19 Merenggut dan Meninabobokan Sebagian Kalangan

Posting Komentar
Covid-19 Merenggut dan Meninabobokan Sebagian Kalangan

Terhitung dari bulan maret 2020, Corona Virus Disease (Covid-19) mencoba merenggut dan meninabobokan sebagian kalangan. Siapa kalangan yang dimaksud? Tentunya warna negara Indonesia. Spesifiknya? Sebagian mahasiswa di negeri ini.

Dari wikipedia, Sukabumi sebagai salah satu kabupaten terbesar di Jawa Barat, menyumbang kurang lebih 2.434.221 penduduk, terhitung tahun 2015.


Saat ini, sumber daya manusia di Sukabumi tengah dibangun, sementara kekayaan sumber daya alam yang dimiliki melimpah ruah. Di laman wikipedia, tercatat 10 universitas di kabupaten Sukabumi. Walau sebetulnya lebih dari ini.


Saya tak bermaksud menyamakan persepsi terhadap dampak dari pandemi ini untuk semua mahasiswa, karena sejatinya setiap lembaga pendidikan mempunyai cara tersendiri dalam survive di situasi ini dan setiap pribadi punya karakternya masing-masing.


Yang saya soroti pun bukan sistem secara keseluruhan dari lembaga pendidikan tinggi ini. Melainkan bagaimana implementasi dari sistem pendidikan yang tengah berjalan dan saya rasakan sendiri.


Pembelajaran daring kiranya sudah tidak asing lagi di telinga kita akhir-akhir ini. Tentu bukan perkara mudah bagaimana sistem pendidikan yang sudah ada dirombak secara tiba-tiba. Tak jarang pemecahan masalah ini di desain sedemikian rupa. Namun, yang menjadi tolak ukur sebenarnya adalah implementaai dari rencana tersebut.


Sebagai salah satu mahasiswa, saya merasakan sistem pembelajaran daring yang diterapkan masih belum berjalan lancar. Masih belum matangnya sistem ini dan teknisnya yang belum benar-benar tertata mempengaruhi berjalannya arus pembelajaran daring.


Sampai saat ini, banyak yang mempergunakan apk khusus untuk belajar seperti  Zoom Meeting, Google Meet, Google Classroom, dll. Awalnya kami mempergunakan apk Zoom, namun karena kebijakan lembaga akhirnya lebih sering memakai live Facebook, dan chat WA grup. 


Bagi yang sudah terbiasa berdiskusi via chat seperti komunitas yang saya ikuti, hal ini cukup efektif. Bahkan sudah efektif. Namun, untuk yang belum pernah benar-benar aktif berdiskusi di WAG dengan hanya teks saja, rasanya seperti sedang berbicara sendiri. Minimnya interaksi dan respon sungguh terasa. Bahkan, kebanyakan hanya mengisi absensi lalu pergi. Sesimple itu.


Bagaimana tidak dikatakan direnggut, jika yang terlihat adalah pemandangan semacam ini. Bagaimana tidak dikatakan meninabobokan, jika pasif terus dibiarkan.


Kita tahu bersama bahwa mahasiswa dan siswa itu berbeda. Siswa harus menunggu guru untuk mendapatkan materi (walau tidak semua), mahasiswa harus mandiri dalam hal-hal semacam ini. Idealnya.


Idealitas yang ditetapkan nyatanya belum benar-benar dirasakan. Masih banyak mahasiswa-mahasiswa yang belum melepaskan jubah SLTA. Bagaimana merubah itu? Tentu kita tak bisa serta-merta merubah orang lain, karena yang dapat merubahnya adalah dirinya sendiri.


Kita sebaiknya menanamkan dan mengimplementasikan nilai idealitas tersebut dalam diri kita terlebih dahulu lalu mengajak dan mengetuk orang di sekitar untuk melangkah bersama. Sejatinya, ini merupakan kesadaran tiap pribadi. Baik sebagai mahasiwa maupun anggota masyarakat lainnya. 


Ancaman Covid-19 ini tak main-main. Ekonomi merosot dibuatnya. Otak diperas untuk menanganinya. Sekali lagi, dampak positif pasti selalu ada. Namun, ancaman demi ancaman pun semakin merajalela.


Dengan pembelajaran daring yang pasif sebagaimana yang saya rasakan, tentu ini bisa merenggut dan meninabobokan kalangan yang dipanggil kaum intelektual. Kiranya kita bisa lebih peka terhadap apa yang menghampiri lalu berusaha memperbaiki dan tetap melaksanakan kewajiban-kewajiban selaku pembelajar bagaimana pun situasinya. Termasuk pandemi Covid 19 yang mulai menampakkan taringnya dan dituntut banyak orang untuk segera menghilang.


Covid-19 dapat merenggut dan meninabobokan sebagian kalangan adalah suatu keniscayaan. Namun, perbaikan demi perbaikan tetap bisa dilakukan. Perbaikan dari sisi lembaga pendidikan dengan mengevaluasi sistem pembelajaran daring yang berjalan. Perbaikan dari sisi pembelajarnya. Dalam hal ini mahasiswa yang harus lebih aktif dalam menjaga ritme pembelajaran.





R. Maria Ulfah
Perempuan INFJ yang lekat dengan literasi, pengembangan diri, & hati. Tengok saja #diksidisuduthari on Instagram! :D

Related Posts

Posting Komentar