(REVIEW) Tilik (2018) dan Cream (2017)

13 komentar

Tilik  (2018)

Pemeran: Siti Fauziah sebagai Bu Tejo, Brilliana Desy sebagai Yu Ning, Angelina Rizky sebagai Bu Tri, Dyah Mulani sebagai Yu Sam, Lully Syahkisrani sebagai Dian, Hardiansyah Yoga Pratama sebagai Fikri, Tri Sudarsono sebagai Minto (Ayah Fikri), Tri Widodo sebagai Gotrek, Ratna Indriastuti sebagai Yati, dan Stephanus Wahyu Gumilar sebagai Polisi.


Tilik (bahasa Indonesia: Menjenguk) adalah sebuah film pendek berbahasa Jawa yang diproduksi oleh Ravacana Films. Tilik merupakan salah satu film pendek yang lolos kurasi dana istimewa Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2018. Film yang disutradarai oleh Wahyu Agung Prasetyo dan berdasarkan pada sebuah skenario buatan Bagus Sumartono tersebut dirilis pada September 2018. Pada 17 Agustus 2020, Ravacana Films merilis Tilik di kanal berbagi video YouTube secara gratis untuk khalayak umum. Tilik berkisah tentang serombongan ibu-ibu yang pergi menggunakan truk untuk menjenguk Bu Lurah mereka yang sedang dirawat di rumah sakit. (Sumber: Wikipedia)

Film pendek ini bercerita tentang rombongan ibu-ibu yang menaiki truk untuk pergi menjenguk Bu Lurah yang sedang dirawat di rumah sakit. Di sepanjang perjalanan diisi oleh ocehan dari Bu Tejo yang tidak henti mengumbar gosip tentang Dian, kembang desa yang cantik dan mandiri. Dengan luwesnya, Bu Tejo membeberkan berbagai hal yang seolah dianggap fakta bahwa Dian, calon menantu Bu Lurah itu perempuan tidak beres, dan bisa meresahkan warga, terutama keutuhan rumah tangga, karena dicurigai sering menggoda para lelaki yang sudah berkeluarga. Dasar yang dikemukakan oleh Bu Tejo ialah berita-berita di media sosial yang memuat tentang Dian. Namun, tidak semua yang disampaikan Bu Tejo itu diterima begitu saja, sebab ada yang mengingatkan yakni Yu Ning, bahwa tidak elok menelan informasi mentah-mentah tanpa mengetahui keakuratan sumbernya. Bu Tejo pun tidak peduli, ia terus melancarkan gosip keburukan Dian, apalagi ada salah seorang yang menyokong. Klimaksnya, terjadi perang mulut antara Bu Tejo dengan Yu Ning yang ternyata memang famili Dian.
Setelah rombongan sampai rumah sakit, kedatangan mereka disambut langsung oleh Dian dan Fikri. Namun, Dian menyayangkan kedatangan para tetangganya itu, sebab Bu Lurah masih berada di ruang perawatan intensif (ICU), belum boleh dijenguk oleh siapa pun. Mendengar informasi ini, Bu Tejo langsung membalas dengan cibirian kepada Yu Ning yang menjadi inisiator tilik, tetapi belum berbekal informasi akurat tentang kondisi Bu Lurah.
Di akhir cerita, selepas rombongan ibu-ibu pulang dari rumah sakit lantaran tidak jadi menjenguk Bu Lurah, digambarkan Dian memasuki mobil sedan yang di dalamnya telah duduk seorang lelaki paruh baya yang dipanggil dengan sapaan "Mas". Kepada lelaki itu, Dian menumpahkan kegelisahan dan mengungkapkan, sebenarnya tak sanggup lagi menjalani hubungan sembunyi-sembunyi dan ingin menikah, juga kekhawatirannya, sanggupkah Fikri menerima kenyataan bila mengetahui ayahnya akan menikah dengannya. (Sumber: Wikipedia)

Film ini mendapat penghargaan Piala Mayang 2018 kategori film cerita pendek terpilih. Tilik juga menjadi perwakilan resmi dalam Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2018 dan World Cinema Amsterdam 2019. (Sumber: Wikipedia) Yang tak kalah menggemparkan pula adalah keviralannya akhir-akhir ini setelah diunggah ke kanal Youtube Ravacana Films, hingga hari ini film tersebut telah mencapai 23 juta kali penayangan dalam 4 minggu pemublikasiannya. Serta kita telah melihat bagaimana para pemain Tilik terkhusus pemeran Bu Tejo dan Yu Ning menghiasi wajah talk show di  berbagai stasiun TV dan diundang oleh banyak Youtuber dan selebritas untuk mengisi salah satu konten Youtube mereka. Lalu, apa sebenarnya yang menarik dari film pendek Tilik ini? Simak ulasan di sudut hari.


Kondisi Masyarakat (Indonesia) yang Cenderung Reaktif Menyikapi Informasi-informasi di  Media

Teman-teman, film ini dibuka dengan rombongan ibu-ibu yang sedang di perjalanan menjenguk Lurahnya yang merupakan single parent dengan satu anak laki-laki yang diceritakan menjalin hubungan dengan perempuan bernama Dian. Yang menarik disini adalah rombongan ibu-ibu tersebut bukannya fokus pada bu Lurah, malah lebih fokus pada seseorang yang saat ini tengah dekat dengan anaknya (Fikri). Perempuan itu bernama "Dian". Saking peracakapan mereka didominasi oleh Dian, seakan Dian ini merupakan seorang selebritas di kampung tersebut. Dan ternyata memang benar, bapak-bapak di kampung itu tertarik dengan kecantikan perempuan yang satu ini.

Melihat dari latar belakang tersebut, tentu saja membuat Dian ini jadi pusat perhatian warga. Sampai tibalah pemeran yang mencuri perhatian khalayak yakni Bu Tejo mengompor-ngompori warga dengan berita-berita tentang Dian yang hanya ia lihat dari sosial media dan internet, serta dari pengamatannya di beberapa kesempatan tanpa bukti yang konkret. Yang miris di sini adalah bagaimana warga lain jangankan menguji kevalidan datanya, mereka sama sekali tak berkawan dengan media informasi. Meski Yu Ning terus saja membantah apa yang dikatakan Bu Tejo, nyatanya ia tak mampu memberikan pengaruh banyak terhadap pemikiran warga, karena meski yang ia katakan ada benarnya tapi tidak disampaikan dengan informasi yang meyakinkan, penyampaian yang lugas dan menarik perhatian warga. Hingga terkesan apa yang ia bicarakan terlalu bermuatan emosi. Tentu warga yang lain menjadi lebih fokus pada pribadi Yu Ning yang memang saudara jauh dari Dian.

Dari penggambaran situasi ini, terlihat jelas bahwa kondisi masyarakat (Indonesia) khususnya di perkampungan belum semuanya melek informasi digital. Adapun yang sudah melek, masih menykapi informasi itu dengan reaktif. Hingga diceritakan merekapun sebelumnya pernah tertipu oleh produk herbal yang mereka temukan di internet. Tentu realita tersebut bukanlah hal yang mengejutkan lagi karena penyikapan masyarakat terhadap informasi itu sendiri masih banyak penyimpangan. Disini, perlu kiranya kita berbenah. Haruslah ada pensosialisasian bagaimana penyikapan terhadap informasi-informasi yang tersaji di  dunia maya maupun dunia nyata harus difilter dan diuji kebenarannya terlebih dahulu. Maka peran pemerintah daerah dan relawan yang melek literasi khususnya literasi digital perlu turun tangan.

Beberapa Hal yang Menarik Perhatian Publik 

Nah, jika tadi kita membahas tentang masyarakat yang masih menelan mentah-mentah informasi yang berlalu-lalang di media, kali ini kita akan membuat daftar hal-hal yang menarik perhatian publik dari film ini. Tentu ini dari perspektif pribadi saat melihat film Tilik berhasil merajai banyak hati, buktinya film ini viral di media sosial.

  1. Mengangkat budaya gibah yang tak bisa terlepas dari keseharian masyarakat.
  2. Menyematkan tokoh perempuan muda yang masih berkarir, belum menikah di usia yang menurut masyarakat sudah seharusnya, juga kedekatannya dengan laki-laki yang bisa di lihat di media sosialnya.
  3. Diperlihatkan budaya masyarakat perkampungan/pedesaan yang kental dengan kekeluargaan, hingga menjenguk adalah hal yang wajib. Banyak masyarakat tentunya  merasakan kedekatan dari hal yang tersaji di film ini. Contohnya saja bagaimana ibu-ibu majlis taklim sering berbondong-bondong menjenguk yang sedang sakit dengan sebilah amplop hasil iuran warga.
  4. Adanya sesuatu di balik sesuatu. Adanya hal tersirat di balik yang terlihat. "Akan ada alasan di balik perlakuan". Cobalah kita lihat. Apa yang dilakukan semua orang tentu sebetulnya didorong oleh kebutuhan alamiah atau kebutuhan yang ia ciptakan sendiri. Kita lihat Bu Tejo, meski ia menjadi pengayom rombongan ibu-ibu tersebut, mengondisikan segala situasi tak terduga, nyatanya ada part dimana Bu Tejo ini memberikan sebuah amplop yang tak mungkin kosong kepada pengemudi truk, dikatakan pula ia berharap mereka menjadi tim sukses atas suaminya yang akan mencalonkn menjadi Lurah. Dan disini, bisakah kita merasakan salah satu dorongan bu Tejo membahas Dian tak lain dan tak bukan untuk mempengaruhi image baik Bu Lurah di tengah warganya dan ia pun bahkan menanamkan sugesti terselubung kepada masyarakat bagaiman penggambarkan bu Lurah sebagai single parent dengan satu anak laki-laki yang tak dikatakan baik, juga bu Lurah yang sakit-sakitan dikatakan sudah seharusnya istirahat? Tentu momen ini adalah salah satu yang menggelitik. Bagaimana tidak? Kita sendiri belum melihat kondisi sebenarnya dari Bu Lurah apakah memang sudah tak sanggup lagi menjalankan semua tugasnya (sebagai ibu dan sebagai kepala pemerintahan) ataukah tidak.
  5. Terdapat poin yang dapat diambil dari obrolan santai mereka. Khususnya pemeran Bu Tejo. Ini tentunya sudah sering dibahas dimana-mana. Dan benar, akhir dari cerita ini dimana "menjadi orang itu harus solutif!" sungguh luar biasa menarik untuk dibahas dan diaplikasikan keseharian kita. Satu lagi, di bagian ending ada scene dimana Yu Ning mendramatisir keadaan yang padahal sudah terkendali, dan scene dimana Dian yang menjadi selebritas di tengah masyarakat tesebut akhirnya diperlihatkan memasuki mobil yang di dalamnya ada pria paruh baya yang ia sebut "mas" (ternyata ayah Fikri) yang kemudian menenangkannya. Disini, tak dikatakan apa sebetulnya hubungan mereka. Namun, dari kata-kata yang terlontar diantara keduanya, bukankah mereka adalah sepasang sejoli yang entah menikah atau belum, yang pasti hubungan mereka harus sembunyi-sembunyi karena dianggap tidak umum berkat perbedaan usia yang terpaut diantara keduanya? Apakah benar Fikri adalah calon menantu bu Lurah seperti yang ibu-ibu bicarakan? Apakah benar Dian adalah perempuan yang banyak menggoda laki-laki bukannya setia pada satu saja? Penonton dipersilakan berasumsi sendiri karena di film ini tidak dibahas secara jelas bagaimana kebenaran dari informasi ini. Tentunya seperti di dalam film, kita dihadapakan dengan informasi yang perlu rasa bijak dalam menanggapinya. Berasumsi boleh, namun memvalidasi data lebih baik adanya. Menyampaikan pendapat boleh, namun jangan lupa dengan objek yang kita bahas ini seperti apa.

Cream (2017)


Cream oleh David Firth dipublikasikan tanggal 31 Mei 2017. Sampai hari ini film Cream telah ditonton kurang lebih 12,5 juta kali di kanal Youtobe "David Firth".

Waktunya telah tiba untuk melihat CREAM - Produk terbaru yang akan memperbaiki hidup Anda. Ini adalah kisah Dr. Bellifer, seorang ilmuan jenius yang selama bertahun-tahun menghancurkan partikel bersama-sama, mengungkapkan produk barunya yang revolusioner: krim dengan kekuatan untuk mengatasi semua masalah di dunia. (Sumber: deskripsi unggahan film tersebut)

Tak seperti film Tilik yang sangat dekat dengan keseharian kita, di film Cream yang durasinya hanya 12 menit ini kita seakan berjalan-jalan ke masa depan dengan membayangkan hadirnya temuan ajaib berbentuk krim. Dengan kompleksitas yang tinggi dan detail padat yang disuguhkan di awal sampai akhir film ini. Penonton ditantang untuk menyikapi sajian cerita yang bisa dikatakan cukup "liar". Bagaimana keseruannya? Dan apa yang bisa kita diskusikan bersama dari film ini? Simak ulasan di sudut hari.

Produk dengan Iklan yang Tersuguh Manis - Menggoda

Teman-teman, produk ini benar-benar sengaja diiklankan untuk menyilaukan mata. Bagaimana sebuah produk yang hanya dioles bisa memperbaiki apapun. Apapun. Tak hanya memperbaiki, ia bisa memberikan lebih dari apa yang kita perlukan. Kesehatan, kecerdasan, kekayaan, sesuatu yang saat ini banyak diperjuangkan dengan susah payah dijawab oleh produk ini dengan instan. Bahkan, sesuatu yang mustahil yang hanya dikehendaki oleh Sang Pencipta, yakni mati-hidupnya seseorang  bisa diotak-atik hanya dengan krim ini.

Tentu saja publik tergoda dengan kehebatan itu, sampai lupa apa efek sampingnya dan bagaimana bisa hadir produk semacam itu.

Hilangnya Rasa Kemanusiaan - Kasih sayang

Meski sedikit kesulitan memahami film ink sebab film ini tidak menggunakan terjemah bahasa Indonesia, tapi ada part dimana ada seorang laki-laki yang sedang berbincang dengan robotnya. Lalu, hadir gadis kecil yang seakan ingin ditemani oleh ayahnya, tapi sayang bukannya diberi pelukan hangat, ia malah disemprot oleh cairan dari produk krim. Sontak, gadis itupun seakan berubah menjadi orang lain dan kehilangan sisi sebagai manusia seutuhnya. Disamping itu, laki-laki tersebutpun merasa sedih dan karena kesedihannya itu pula ditumpahkanlah krim untuk menyelimuti kepalanya. Sudah bisa ditebak, kini ia berubah menjadi manusia yang hanya tahu produktivitas saja, tanpa membutuhkan dan merasakan kasih sayang. Tentu iklan krim yang dikatakan bisa membuat senang dengan menyelesaiakn semua masalah benarkah benar adanya?

Konspirasi

Dalam dunia yang lebih luas, untuk kepentingan bisnis dan hegemoni kehidupan, tak jarang mereka yang memiliki modal tak sungkan untuk sengaja membuat informasi hoax tentang tentang produk, entah mengindahkan produk tersebut atau menenggelamkannya.

Melihat celah pada sikap masyarakat yang reaktif, yang terburu-buru mempercayai hal yang ada di berbagai media, memudahkan mereka melancarkan rencananya. Tentu, demi mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya di kalangannya saja.

Belum Terbiasa dengan Sikap Reaksioner

Sikap reaksioner yang belum ada di tengah masyarakat soal menyikapi informasi masih menjadi PR besar. Dimana kejernihan pikiran perlulah tertanam dalam setiap individu di segala situasi. Seharusnya, kejernihan pikiran ini dipraktikkn bukan hanya saat menyikapi masalah saja tetapi bagaimana ketika hadir pemecahan masalah yang dianggap janggal disitupun perlu peran yang lebih besar. Dalam hal ini krim ajaib yang hadir di tengah-tengah masyarakat seharusnya dikaji baik buruknya sebelum benar-benar diedarkan dan dipakai sesuai kebutuhan. Kalau tidak begitu? Maka yang terjadi adalah serangkaian kekacauan yang meledak di hampir semua lini kehidupan masyarakat. Kalau sudah begini, siapa yang dirugikan? Siapa pula yang disalahkan? 

Kesimpulan

Secara pribadi, 2 film yang tersaji di atas memiliki makna yang begitu banyak. Namun, mari kita lebih fokus pada penyikapan masyarakat dalam mengenyam informasi yang tersebar dimana-mana. Alih-alih langsung menelan mentah-mentah, bukankah sudah seharusnya kita mempelajari lebih lanjut kevalidan data tersebut? Selain kita mendapat data real, kitapun akan lebih terjaga manakala tahu plus-minus dari objek yang tengah kita bahas.

Terakhir, mari kita bersama-sama saling menguatkan, saling mengingatkan, saling berpegang tangan di segala keadaan. Karena kita adalah bagian dari satu. Ya, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cinta dan kita jaga.

Manis jangan langsung ditelan, siapa tahu racun. Pahit jangan langsung dimuntahkan, siapa tahu obat.               -Seseorang dengan S. Sos dibelakang namanya


Sampai jumpa di pertemuan selanjutnya... 


#OneDayOnePost

#ODOP

#ODOPChallenge2

ultraulfa
Mencomblangi kamu berjumpa dengan diri idealmu~

Related Posts

13 komentar

  1. Semangat terus untuk cek kebenaran informasi, serta menimbang dampak sebelum meneruskan informasi tersebut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap Kak, semangat selalu tentunya! Hehe masih terus belajar niii

      Hapus
  2. Masyaallah.. . Aku kok langsung cess pling ya liat ulasan kakak. .. Keren kali . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi "cess pling" itu apa yaa artinya?
      Makasih Kak, masih belum meramunya dengan apik ni, agak kepanjangan kayanya...

      Hapus
    2. Cess pling itu langsung terbuka wawasannya mau nulis apa 🤭😁

      Hapus
  3. kueren sekali ... gak bisa kata kata

    BalasHapus
  4. Mantap kali reviewnya Kak. Makin lancar jaya kek jalan tol bocimi yang baru. Ngalir hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uuuuu komenannya selalu bikin nagih hihi

      Alhamdulillah berkat bantuan akang dan pembiasaan saat di blogger Sukabumi. Makasih~

      Hapus
  5. Lengkap banget kak keren.... udah itu aja, karena ulasannya mudah dipahami juga.

    BalasHapus
  6. Asyik nih ulasannya. Agak keganggu pada 'bu Yu Ning'. Eh, Yu Ning itu sudah panggilan, gak perlu pakai bu lagi depannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hoalah iya, agak bingung sebetulnya, kalau gak dipanggil bu takutnya gak sopan hihi

      Aaaa thank's Kak. Singgahnya bikin cuaca hati makin cerah~

      Hapus

Posting Komentar